Idealisme dan Realita di Ujung Cerita

Siang ini aku ke kampus untuk legalisir ijazah.. Tak disangka, ternyata aku masih dapat bertemu beberapa teman. Seber, agam, mechen, yozzi, dan laras (+ pak boni).. Di siang itu aku dan agam sempat bercengkrama dan saling bertanya masalah karir dan kerja.. Ada beberapa pelajaran yang bisa di petik dalam sekitar setengah jam momen di siang itu..

Mempertahankan idealisme itu tidak semudah membalik telapak tangan.. karena kondisi dan lingkungan yang kita hadapi jauh tidak ideal dibandingkan dengan idealisme kita itu sendiri.. kondisi Indonesia ini memang serba dilematis.. Bayangkan saja, 1200 lulusan ITB harus kesana-kemari hanya untuk “mengemis pekerjaan”.. Lebih parah lagi, 90 % lulusan berpredikat cum laude pasti mencari kerja di perusahaan asing yang memang dikenal bergaji tinggi.. Ironis, karena seorang nenek yang dulunya hanya berijazah SD saja bisa bekerja sendiri walaupun hanya dengan modal sebuah gerobak.. Apakah kita masih berani mengklaim sebagai lulusan sarjana terbaik?

Tidak salah memang.. namun juga tidak benar..

Tidak salah, sebab teori hierarki motivasi seperti yang aku pelajari di mata kuliah psikologi industri juga mengatakan bahwa setiap orang tidak akan berusaha memenuhi kebutuhan di level atas, jika kebutuhan dasarnya belum terpenuhi.. Mustahil bagi orang untuk menjadi pahlawan bangsa jika kebutuhan makan untuk hari esok pun masih belum pasti dapat dari mana..

Tidak benar, karena jika kondisi ini dibiarkan terus, lalu siapa yang akan membangun negara? apakah institusi negara hanya mendapat jatah pekerja sisa yang sudah terbuang dari bursa pengemis kerja? Masih teringat di otakku cuplikan janji sarjana yang kuucap saat wisuda.. “kami berjanji.. Akan mengabdikan ilmu pengetahuan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia, perikemanusiaan, dan perdamaian dunia”

Aku sadari, kehidupan kuliah di ITB yang kompetitif memiliki dampak negatif, yaitu secara tidak langsung membentuk mental duniawi.. kebanyakan lulusan selalu mengukur kesuksesan dengan parameter kekayaan..

Aku tidak ingin memihak siapapun, karena saat ini aku sendiri pun juga sdg sibuk mencari kerja.. dan aku tidak mau menyimpulkan apa pun.. Namun aku hanya ingin berpesan pada siapapun yang membaca tulisan ini bahwa memenuhi kebutuhan materiil itu memang penting.. tetapi kebutuhan akan dunia tidak akan pernah ada ujung, karena kita akan terus merasa kurang.. Kerasnya dunia jangan sampai membuat kita menjadi orang yang serakah dan individualis..

Carilah dunia.. Namun ketika hidup kita sudah mapan kelak, cobalah bertanya pada hati nurani walau sekali: “sampai kapan kau akan mengejar dunia?” Bukankah rizki dan akal itu adalah pemberian Tuhan.. Tidakkah kita malu pada Tuhan jika rizki dan akal itu tidak kita bagi dan amalkan? Butuh kesadaran nurani, keberanian, dan keikhlasan yang mengakar untuk menjalani hidup yang sederhana ditengah gelimangnya harta yang kita miliki.. itulah sebabnya ada pepatah asing yang mengatakan “simplicity is the ultimate sophistication“. Kesederhanaan adalah kecanggihan yang tertinggi.. Aku teringat akan cuplikan doa pada saat acara wisuda.. ” Letakkanlah dunia di genggaman tanganmu, namun jangan kau letakkan di hatimu

Untuk teman2 kuliah, selamat berjuang, selamat menggapai mimpi2 kita, selamat memperjuangkan apa yang kita anggap benar.. life isn’t about finding yourself, it’s about creating yourself ! Enjoy your adventure.. you decide the destination dan the path, and God decide the result..

selamat berpisah..

kenangan indah memang terlalu pahit tuk dilepas begitu saja..

namun masa depan jauh lebih pahit tuk disia-siakan..

sampai bertemu lagi……….

Anas/261010

(di suatu tempat)

3 thoughts on “Idealisme dan Realita di Ujung Cerita

  1. Betul2, Nas. Ada temenku yang bilang, kalau punya idealisme:
    1. Bekerja lebih keras karena ya emang sulit.
    2. Ikhlas hasilnya ga diterima sekarang.

    Semoga kita sukses. Aamin.

  2. haha punya blog ternyata..

    apa kabar? kita lihat bagaimana tulisan Anda selanjutnya, memilih mempertahankan idealisme atau terpaksa harus mengikuti realita?

    mudah2an lancar semuanya ya, mudah2an hidup kita bermanfaat buat orang banyak, happy n lucky always ^____^

    in a silent place

  3. Membaca postingan2 mu, semakin aku mengerti bahwasannya seorang Anas mempunyai sisi lain yang tidak pernah tercerminkan selama ini. Bayangan sosok Anas yang ada, mungkin selama ini masih bias, dan saya berdoa, semoga bayangan itu segera menjadi nyata lewat karya-karya…Teruskan perjalananmu kawan….I’ll hepl you, if you mind…

    Ada doa dari salah satu khalifah Islam, Ali Bin Abi Thalib….Beliau bermunajat kepada Sang Khalik…Wahai Allah, Zat yang jiwaku ada digenggaman-Mu. Sesungguhnya dunia ini indah, maka letakkan dunia tersebut ada dalam genggamanku…Namun Allah, sungguh dunia ini tidak lebih indah dari alam akhirat-Mu, maka jauhkanlah ia dari hatiku dan janganlah Engkau sematkan dunia ini di dalam hati sanubariku…

    wallahu’alam

Leave a comment